MODAL
KOPERASI
Istilah
Simpanan dan Permasalahan Permodalan Koperasi & SHU
Simpanan sebagai
istilah penamaan modal koperasi pertama kali digunakan dalam UU 79 tahun 1958,
yaitu UU koperasi pertama setelah kemerdekaan. Sejak saat itu sampai sekarang
modal koperasi adalah simpanan, berbeda dengan perusahaan pada umumnya yang
menggunakan istilah saham. Mungkin, istilah simpanan muncul karena kuatnya
anjuran untuk menabung, dalam arti memupuk modal bagi rakyat banyak yang
umumnya miskin agar memiliki kemampuan dan mandiri. Bahkan usaha koperasi nomor
satu yang ditentukan UU adalah menggiatkan anggota untuk menyimpan. Mungkin
tidak salah anggapan sementara orang bahwa UU koperasi lebih cocok untuk
Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Memupuk modal dengan menyimpan adalah sangat
tepat. Tetapi kerancuan pengertian dan permasalahan timbul ketika istilah
simpanan dibakukan sebagai modal koperasi.
Ada yang berpandangan bahwa istilah simpanan merupakan ciri khas
koperasi Indonesia. Tetapi kekhasan tersebut tidak akan ada gunanya jika tidak
memiliki keunggulan dibanding yang lain. Malah sebaliknya kekhasan bisa
menempatkan koperasi menjadi eksklusif yang sulit bergaul atau bahkan tersisih
dalam pergaulan dunia usaha. Tidak ada kesan bahwa rumusan ICA Cooperative
Identity Statement (ICIS ; 1995) menempatkan koperasi dalam posisi eksklusif.
Koperasi harus berani tampil dalam lingkungan dunia usaha memperjuangkan
kepentingan ekonomi anggota berdampingan atau bersaing dengan perusahaan
lainnya. Apalagi dalam alam perdagangan bebas dan globalisasi yang tengah
berlangsung.
UU sebelumnya, yaitu UU tahun 1915, 1927, 1933, dan 1949,
tidak mengatur permodalan koperasi dan aspek usaha lainnya. UU tersebut hanya
mengatur pengertian dan identitas koperasi, aspek kelembagaan, dan pengesahan
badan hukum oleh pemerintah. Sedang aspek usaha atau jika koperasi menjalankan
kegiatan usaha mengikuti hukum sipil yang berlaku. Dengan demikian maka istilah
yang digunakan untuk modal koperasi adalah andil atau saham, sama dengan yang
dipergunakan oleh perusahaan pada umumnya. Bung Hatta dalam bukunya pengantar
ke Jalan Ekonomi Perusahaan
(1954; hal 124) menjelaskan pengertian modal perusahaan pada
umumnya, juga dianut oleh koperasi yang berbadan hukum.
Istilah simpanan untuk modal koperasi digunakan baik untuk
ekuitas (modal sendin) maupun modal pinjaman, sehingga status modal koperasi
menjadi tidak jelas. UU tahun 1958, 1965, dan 1967 hanya menjelaskan
sumbermodal dan bukan status modal, dengan menyebut berbagai macam simpanan,
termasuk simpanan yang berstatus pinjaman dan cadangan. UU 25 tahun 1995
menegaskan pembedaan pengertian status modal koperasi, yaitu modal sendiri dengan
modal pinjaman. Tetapi karena istilah yang digunakan tetap simpanan, maka
kerancuan terjadi dalam praktek. Mestinya istilah simpanan hanya digunakan
untuk modal sendiri, yaitu simpanan pokok dan simpanan wajib yang ditentukan menanggung
resiko, dan tidak digunakan untuk modal yang bersifat pinjaman. Dalam praktek
istilah simpanan juga dipergunakan untuk modal pinjaman, karena istilah itu
sudah berlaku umum di lingkungan koperasi. Di dunia perkoperasian juga dikenal
istilah saving atau simpanan, tetapi artinya sama dengan yang berlaku umum.
Perbedaan istilah, simpanan untuk koperasi dan saham untuk
perusahaan pada umumnya dilihat dari segi hukum dapat dibenarkan, karena
simpanan merupakan ketentuan UU. Masalah yang timbul dalam praktek di
lingkungan dunia usaha, adalah perbedaan pengertian terhadap istilah simpanan.
Ketentuan yang berkaitan dengan saham tidak berlaku untuk simpanan. Jika
ketentuan tersebut memberikan perlakukan tertentu yang menguntungkan saham,
maka simpanan tidak ikut menikmatinya. Istilah simpanan untuk modal koperasi
merupakan pengertian eksklusif koperasi yang berbeda dengan pengertian umum,
yang akhirnya mengungkung dirinya sendiri.
Tulisan ini membahas modal sendiri koperasi dengan berbagai
implikasi dari istilah simpanan, serta berbagai permasalahan yang berhubungan
dengan modal. Acuannya menggunakan UU 25 tahun 1992 yang masih berlaku, yang
menentukan bahwa modal sendiri koperasi terdiri dari simpanan pokok, simpanan
wajib, cadangan dan hibah. Penyebutan UU yang dimaksud adalah UU 25 tahun 1992.
PENGERTIAN
Simpanan. Istilah simpanan mempunyai konotasi pengertian milik
penyimpan, yang berarti modal pinjaman. Dengan demikian maka simpanan adalah
milik anggota koperasi, sehingga pada hakekatnya koperasi tidak memiliki modal
sendiri. Pengertian simpanan pada umumnya hanya dipergunakan untuk modal
pinjaman, seperti ketentuan UU 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU 7 tahun 1992
tentang Perbankan dengan rumusan : simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro,
Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk /ainnya yang
dipersamakan dengan itu (Pasal1 butir 5). Dunia usaha tidak pernah bisa
memahami bahwa simpanan koperasi berarti modal sendiri. Sehubungan dengan itu,
UU No. 25 tentang perkoperasian (Pasal 55) menetapkan bahwa simpanan anggota,
simpanan pokok dan simpanan wajib, merupakan modal yang menanggung resiko. Jika
koperasi mengalami kerugian atau dibubarkan karena sebab tertentu, simpanan
tersebut akan dipergunakan untuk menutup kerugian atau menyelesaikan kewajiban
lainnya. Dengan ketentuan seperti itu, maka
simpanan koperasi diartikan sebagai modal sendiri atau dapat
disamakan dengan saham perusahaan. Meskipun pengertian tersebut merupakan contradiction
in terminis karena simpanan koperasi yang berarti milik penyimpan tetapi
ditentukan menanggung resiko sebagai modal sendiri koperasi.
Berbeda dengan saham perusahaan, yang jelas pengertiannya
sebagai modal sendiri perusahaan, menanggung resiko. Saham bukan lagi menjadi
milik pemegang saham, dan tidak bisa diminta kembali dalam bentuk uang kecuali
dijualbelikan. Jika perusahaan mengalami kerugian atau dibubarkan, saham
dikompensasikan dengan kerugian atau penyelesaian kewajiban akibat pembubaran.
Karena pengertiannya sudah jelas dan dipahami setiap orang, jika saham
dipergunakan untuk menutup kerugian atau nilainya menurun dalam pasar modal,
tidak ada pemegang saham yang menuntut pengembalian sahamnya. Sebaliknya jika
koperasl mengalami kerugian atau dibubarkan dan simpanannya habis untuk itu,
anggota tetap menuntut pengembalian simpanannya. Anggota merasa bahwa simpanan
ng tetap menjadi miliknya.
Dana Cadangan. Dana cadangan diperoleh dan dikumpulkan dari
penyisihan sebagian sisa hasil usaha (SHU) tiap tahun, dengan maksud jika
sewaktu-waktu diperlukan untuk menutup kerugian dan keperluan memupuk
permodalan. Posisi dana cadangan dalam sisi pasiva menunjukkan bahwa jika
terjadi kerugian dengan sendirinya akan terkompensasi dengan dana cadangan, dan
apabila tidak mencukupi ditambah dengan.simpanan. Dapat dimengerti adanya
ketentuan dalam hukum dagang bahwa jika kerugian suatu perusahaan mencapai
lebih dari setengah modalnya wajib diumumkan. Karena modal perusahaan sudah
berkurang dan beresiko.
Pemupukan dana cadangan koperasi dilakukan secara
terus-menerus berdasar prosentase tertentu dari SHU, sehingga bertambah setiap
tahun tanpa batas. Jika koperasi menerima fasilitas pemerintah, ditentukan
bahwa prosentasi penyisihan dana cadangan semakin besar. Dana cadangan sering
lebih besar jumlahnya dibanding simpanan anggota. Apabila dana cadangan menjadi
sangat besar dan simpanan anggota tetap kecil, maka koperasi tidak ubahnya
seperti perusahaan bersama atau mutual company (onderling; perusahaan tanpa
pemilik). Ada yang berpendapat bahwa memang mutual company merupakan bentuk
akhir dari koperasi, yang tentu bukan menjadi tujuannya. Dilihat dari tujuan
dana cadangan untuk menutup kerugian, jumlah dana cadangan dapat dibatasi
sampai jumlah tertentu sesuai keperluan. Misalnya disusun sampai mencapai
sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah modal koperasi. Sebelum mencapai
jumlah tersebut penggunaannya dibatasi hanya untuk menutup kerugian. Setelah
tercapai jumlah tersebut dapat ditambah sesuai dengan kepentingan koperasi.
Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa dana cadangan
merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan tidak boleh dibagikan kepada
anggota sekalipun dalam keadaan koperasi dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada
larangan penggunaan dana cadangan termasuk untuk dibagikan kepada anggota,
sepanjang tidak melanggar batas minimumnya. Misalnya pada saat koperasi
mengalami kerugian dalam tahun buku
tertentu, tetapi ingin membagikan SHU kepada anggota dengan
pertimbangan tidak merugikan usaha koperasi dan melanggar ketentuan tentang
dana cadangan.
Hibah. Hibah adalah pemberian yang diterima koperasi dari
pihak lain, berupa uang atau barang. Hibah muncul sebagai komponen modal
sendiri disebabkan karena pengalaman banyak koperasi menerima hibah, terutama
dari pemerintah. Maksud ketentuan hibah dalam UU adalah agar koperasi dapat
memeliharanya dengan baik dan dicatat dalam neraca pos modal sendiri. Koperasi
yang menerima hibah harta tetap seperti peralatan atau mesin diwajibkan
melakukan penyusutan, sehingga pada saatnya koperasi dapat membeli yang baru.
Ketentuan tersebut dianggap berlebihan, karena hibah seharusnya ditentukan oleh
perjanjian antara penerima dan pemberi hibah, termasuk persyaratan yang
disepakati. Status dan perlakukan akuntansi disesuaikan dengan perjanjian
tersebut. Karena hibah merupakan kejadian biasa yang sering terjadi dalam dunia
usaha, dan untuk waktu mendatang mungkin tidak banyak lagi, maka ketentuan
tentang hibah seharusnya tidak perlu dicantumkan dalam UU. Hibah yang diterima
koperasi cukup diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hibah
yang diterima koperasi memang harus disyukuri, tetapi terkesan bahwa koperasi bermental
peminta-minta hibah dan seharusnya dihindarkan.
.KEDUDUKAN MODAL DALAM KOPERASI
Anggota koperasi sebagai kumpulan orang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha koperasi, dengan pengertian anggota
sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi (UU Pasal 17). Koperasi
adalah perusahaan yang berorientasi kepada pengguna jasa atau user oriented
firm (UOF). Koperasi bukan kumpulan modal atau perusahaan yang berorientasi
kepada investor atau investor oriented firm (IOF). Modal merupakan unsur
penting dalam menjalankan usaha, tetapi jika koperasi mengandalkan kekuatan
modal seperti pesaingnya, maka koperasi tidak akan mampu menandinginya. Jika
koperasi menggunakan cara lawannya, maka koperasi akan menghadapi pergulatan
tanpa akhir (never ending struggle) untuk memiliki modal yang mencukupi. Modal
utama koperasi adalah orang atau anggotanya yang bersedia menyatukan usahanya
melalui kegiatan koperasi.
Cara paling konvensional yang dianut koperasi dalam berusaha
adalah pooling, yaitu pembelian atau penjualan bersama. Pembelian bersama
dilakukan oleh koperasi konsumen yang anggotanya memerlukan barang konsumsi.
Sedang penjualan bersama diperlukan oleh koperasi produsen yang anggotanya
memerlukan penjualan barang yang diproduksi dan atau pembelian bersama sarana
produksi. Meskipun modal tetap diperlukan, tetapi dengan pooling kebutuhan
modal dapat ditekan serendah mungkin (minimized), karena tidak ada transaksi
jual-beli antara koperasi dengan anggotanya. Koperasi memperoleh komisi pembelian
atau penjualan bersama, yang berarti koperasi bekerja atas dasar anggaran atau operation
at cost. Dalam hal ini bukan perhitungan untung-rugi yang digunakan, tetapi SHU
atau surplus akibat efisiensi. Contoh pooling yang sampai sekarang tetap
berjalan adalah penjualan susu (milk) yang dilakukan oleh koperasi di
lingkungan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) kepada Industri Pengolahan
Susu (IPS), dan penjualan Tandan Buah Segar
(TBS) kelapa sawit oleh koperasi sawit kepada industri
pengolahan minyak. Cara pooling memberikan alasan yang paling kuat bagi
koperasi untuk memperoleh keringanan pajak penghasilan (income tax), karena
tidak ada transaksi jual-beli antara koperasi dengan anggota
Masalah biasanya muncul ketika koperasi memasuki proses bisnis
yang lebih rumit seperti bergerak dalam usaha pengolahan atau manufaktur,
sehingga cara pooling menjadi kurang praktis. Pengumpulan bahan baku dari
anggota dilakukan berdasar transaksi jual-beli, Perhitungannya berdasar untung-rugi
dengan perolehan keuntungan (laba) dan bukan surplus, Dalam cara ini insentif
kepada anggota tetap dapat diberikan melalui harga pembelian yang tinggi sesuai
perhitungan harga jual produk akhir (active price policy) disamping pembagian
keuntungan setiap tahun (deviden).
Disamping itu, usaha koperasi lain yang berkaitan dengan
pemupukan modal anggota adalah kegiatan simpan pinjam yang dilakukan oleh KSP
atau credit unions.
KEBUTUHAN MODAL KOPERASI
Koperasi ataupun perusahaan pada umumnya memerlukan modal
dalam jumlah dan peristiwa tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
usahanya, yaitu (1) pada waktu didirikan dan hendak memulai usaha koperasi
memerlukan modal dalam jumlah minimum tertentu, (2) pada waktu melakukan perluasan
usaha memerlukan tambahan modal, dan (3) pada waktu mengalami kesulitan yang
hanya dapat diatasi dengan menambah modal. Perusahaan pada umumnya memiliki
mekanisme untuk mengatasi permodalan dengan saham, yaitu ada ketentuan tentang
minimu,m modal saat didirikan dalam bentuk modal dasar, modal ditempatkan dan
modal disetor. Mekanisme penambahan modal dilakukan dengan mengeluarkan saham
baru.
Mekanisme dan cara penghimpunan modal pada koperasi tidak sama
dengan cara penghimpunan modal pada perusahaan secara umum. Pada koperasi
ketentuan yang mengharuskan adanya minimum modal pada waktu didirikan tidak
ada, kecuali untuk KSP dan Unit Simpan Pinjam (USP). Adanya ketentuan seperti
itu tidak menggembirakan dan banyak ditentang oleh kalangan KSP dan USP, .karena
dianggap memberatkan. Kebiasaan penghimpunan simpanan berangsur secara berkala
menyulitkan mekanisme penambahan modal yang diperlukan pada waktu tertentu.
Simpanan pokok merupakan syarat keanggotaan yang dibayar waktu masuk menjadi
anggota, yang umumnya dalam jumlah kecil. Simpanan wajfb dibayar secara
berkala, bulanan atau musiman, memakan waktu lama untuk mencapai jumlah
tertentu. Selain itu juga disebabkan karena umumnya anggota koperasi tidak
mempunyai kemampuan untuk menyimpan dalam jumlah yang besar. Penambahan modal
untuk keperluan perluasan usaha sulit dilakukan. Salah satu contoh kesulitan
koperasi untuk menambah modal untuk menyelesaikan kesulitan yang hanya dapat
dilakukan dengan penambahan modal adalah Bank Bukopin ketika masih berstatus badan
hukum koperasi. Beberapa waktu yang lalu Bank Bukopin mengalami kesulitan dalam
usahanya, dan bisa bangkrut jika tidak ditambah modal. Anggota tidak mampu
menambah modal, sedang tambahan modal dari bukan anggota tidak
dimungkinkan dalam bentuk simpanan. Karena alternatif yang dipilih adalah Bank
Bukopin harus tetap hidup, maka diubah badan hukumnya menjadi perseroan
terbatas (PT), yang memungkinkan pihak lain dapat membeli saham. Prosentasi
saham milik koperasi menjadi sangat kecil. Kini kalangan koperasi tidak suka
dengan perubahan badan hukum Bank Bukopin dan ingin mengembalikan menjadi
berstatus badan hukum koperasi, jika dimungkinkan.
MASUK-KELUARNYA ANGGOTA
Prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka yang dianut koperasi
sering diartikan bahwa seseorang masuk atau keluar dari keanggotaan koperasi
sesuka-sukanya. Dikhawatirkan mempengaruhi modal koperasi, yang keluar
mengambil simpanan yang akan mengurangi modal, dan yang masuk (jika ada)
membayar simpanan yang akan menambah modal. Kesukarelaan diartikan bahwa
seseorang menjadi anggota karena mempunyai kepentingan ekonomi yang sarna dan
bersedia memanfaatkan jasa koperasi serta menerima tanggung jawab keanggotaan.
Keterbukaan diartikan bahwa koperasi terbuka bagi setiap orang sepanjang
mempunyai kepentingan ekonomi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, latar
belakang sosial, ras, pofitik, dan agama. Keluarnya anggota bersifat alamfah
jika sudah tidak lagi mempunyai kepentingan ekonomi yang sarna sehingga tidak
memenuhi syarat keanggotaan, misalnya beralih pekerjaan atau meninggal dunia.
Stabilitas modal koperasi memang harus dipertimbangkan, misalnya modal yang
berkurang karena anggota yang keluar dapat diimbangi dengan simpanan baru yang
masuk.
Berbeda dengan perusahaan pada umumnya dimana saham tidak
boleh diuangkan kembali oleh pemiliknya, kecuali dijual kepada pihak lain.
Pengalihan pemilikan saham tidak akan mengurangi modal perusahaan, sejalan
dengan ketentuan bahwa modal perusahaan tidak boleh berkurang. Dalam UU PT
terdapat pasal yang menyatakan bahwa perusahaan dapat membeli kembali saham
yang telah dikeluarkan, dengan ketentuan harus dibayar dari laba bersih dan
jumlahnya tidak boleh melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan. Sedang
pasal lain menyatakan bahwa pemegang saham yang tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan dapat meminta perseroan untuk membeli sahamnya dengan
harga yang wajar. Pembelian saham ini terikat ketentuan diatas, dan jika
melebihi maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak
lain.
Gambaran diatas menunjukkan perlunya ketentuan tentang modal
yang tidak boleh berkurang untuk menjaga kelangsungan usaha koperasi dan
kepercayaan pihak lain. Pembayaran kembali simpanan anggota yang keluar perlu
diatur agar tidak mengurangi modal koperasi, dengan menganjurkan anggota lain
untuk menambah simpanan. Perlu dipertimbangkan untuk menggunakan sebagian SHU
atau cadangan jika perlu untuk mengganti simpanan anggota yang keluar. Jika
modal koperasi menggunakan istilah saham, maka saham anggota yang keluar dibeli
oleh anggota yang lain atau koperasi dengan batasan tertentu.
KENAIKAN NILAI SIMPANAN
Nilai saham perusahaan pada umumnya berubah sesuai dengan
perkembangan perusahaan. Jika berkembang baik dan nilai kekayaan bertambah maka
nilai saham akan lebih besar dari nilai nominal (capital gain). Sebaliknya jika
perusahaan merosot dan kekayaannya berkurang nilai sahamnya akan jatuh dibawah
nilai nominal (capital lost). Nilai simpanan koperasi tidak diperhitungkan
perkembangan nilainya dan hanya diakui nilai nominalnya.
Kalangan koperasi sendiri sebenarnya banyak yang mempersoalkan
masalah ini, karena perkembangan nilai simpanan tidak diperhitungkan akan
merugikan anggota. Para pendiri koperasi yang sejak semula menyimpan disamakan
nilai simpanannya dengan anggota yang baru masuk ketika koperasi telah
berkembang. Anggota yang telah lebih sepuluh tahun lampau menyimpan dengan
nilai nominal tertentu misalnya, ketika keluar akan mendapat pengembalian
simpanan dalam nilai nominal. Masalah ini bukan saja berkaitan dengan capital
gain atau capital lost tetapi juga dengan inflasi dan sisa kekayaan jika
koperasi bubar. Pengalaman menunjukkan bahwa jenis koperasi yang tumbuh dan
berkembang pada waktu yang lalu sampai sekarang kebanyakan KSP, dengan modal
dan perputaran uang serta kekayaan harta tetap yang terbatas. Perkembangan
nilai simpanan kurang nampak secara nyata. Sekarang jenis koperasi telah
berkembang, banyak koperasi yang bergerak di sektor riil yang memasuki bidang
industri, dengan modal dan investasi kekayaan haria tetap yang berjumlah cukup
besar. Perkembangan nilai simpanan menjadi cukup substansial.
Perhitungan perkembangan nilai simpanan koperasi tidak mudah
dilakukan, misalnya untuk menghitung nilai simpanan anggota yang keluar pada
waktu tertentu. Mekanisme untuk itu tidak ada, dan jika penilaiannya digunakan
perusahaan penilai akan memerlukan biaya yang cukup besar. Berbeda dengan saham
perusahaan yang telah diperjual-belikan di pasar modal (go public), perubahan
nilai saham dapat dilihat dari transaksi jual-beli setiap hari. Ada saran yang
masih harus dicari alasan pembenarannya, yaitu perkembangan nilai simpanan
diperhitungkan dari nilai nominal simpanan ditambah dana cadangan untuk
kepentingan anggota yang keluar.
Masalah ini berbeda dengan revaluasi aset yang biasa dilakukan
oleh perusahaan atau koperasi, karena surplus revaluasi dan kapitalisasinya
dalam bentuk simpanan atau saham tetap dinyatakan dalam nilai nominal.
Revaluasi hanya dilakukan pad a saat diperlukan dan tidak dilakukan
berulang-ulang, karena berkaitan dengan kewajiban membayar pajak.
PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA
Pembagian SHU setiap tahun kepada anggota merupakan
pengeluaran uang (cash out) yang berpengaruh terhadap likuiditas modal tahun
berikutnya. Koperasi mempunyai kebiasaan membagi habis SHU setiap tahun.
Anggota koperasi selalu menghendaki pembagian SHU sebesar-besarnya atau
seluruhnya, seperti juga kehendak pemegang saham perusahaan pada umumnya. Koperasi
tidak mempunyai
kebiasaan menyisihkan bagian SHU yang ditahan atau retained
earning, untuk kepentingan likuiditas keuangan tahun berikutnya. Jika
likuiditas keuangan terganggu harus diusahakan tambahan pinjaman dari bank
dengan bunga tinggi yang menjadi beban koperasi. SHU yang ditahan berbeda
dengan pembagian SHU kepada anggota untuk disimpan kembali.
Perusahaan pada umumnya menyisihkan sebagian laba dalam bentuk
laba yang ditahan, untuk kepentingan likuiditas tahun berikutnya dan juga untuk
mengatur stabilitas tingkat deviden yang dibagi secara wajar. Pada waktu
diperoleh laba yang cukup besar dalam tahun buku tertentu, sebagian laba
disisihkan untuk laba yang ditahan disamping tetap membagi deviden. Laba yang
ditahan muncul kembali dalam neraca tahun buku berikutnya disamping laba tahun
yang bersangkutan. Jika tahun berikutnya laba yang diperoleh menurun atau rugi,
perusahaan masih dapat membagi deviden dari laba yang ditahan.
Koperasi juga sebaiknya tidak membagi habis SHU setiap tahun
dan menyisihkan sebagian untuk SHU yang ditahan, bukan saja untuk kepentingan
likuiditas keuangan tahun berikutnya, tetapi juga untuk stabilitas tingkat SHU
yang dibagikan kepada anggota. Koperasi yang umumnya memiliki modal sendiri
sangat kecil yang usahanya berkembang besar karena kredit bank atau fasilitas
pemerintah, dan sering membagi SHU dalam tingkat yang berlebih-lebihan
dibanding dengan jumlah simpanan anggota.
SISA KEKAYAAN SETELAH KOPERASI DIBUBARKAN
Koperasi yang dibubarkan dapat dipastikan karena mengalami
kesulitan dalam usaha atau keuangan, kecuali karena habis jangka waktu
berdirinya. Pada umumnya sisa kekayaan Koperasi yang dibubarkan tidak mencukupi
untuk memenuhi kewajiban. Simpanan anggota (pokok dan wajib) akan dipergunakan
untuk menutup kewajiban akibat pembubaran, sehingga tidak ada sisa untuk
dikembalikan kepada anggota. Tetapi dalam beberapa kejadian koperasi yang
dibubarkan masih memiliki sisa kekayaan dalam jumlah cukup besar, setelah semua
kewajiban dipenuhi dan simpanan anggota dikembalikan sesuai dengan nilai
nominal. Sisa kekayaan yang besar antara lain disebabkan karena kenaikan nilai
harta tetap. Contoh imajiner yang ekstrim dapat digambarkan sebagai berikut :
sebuah koperasi membelanjakan simpanan anggota sebesar 20 juta rupiah untuk
membeli tanah dijalan utama Jakarta (Jalan Sudirman) lima puluh tahun yang lalu
yang sekarang mungkin harganya bisa mencapai 100 milyar rupiah, pasti memiliki
sisa kekayaan yang sangat besar dalam pembubaran, setelah simpanan anggota
dikembalikan menurut nilai nominal.
Terjadinya sisa kekayaan yang besar disebabkan karena : (1) Simpanan
anggota hanya diperhitungkan nilai nominal, dan tidak diperhitungkan dengan
kenaikan nilai kekayaan, (2) adanya dana cadangan yang berjumlah besar, dan (3)
adanya kekayaan yang timbul dari hibah yang diterima oleh koperasi, jika ada.
Jika kenaikan nilai simpanan dlperhitungkan, kemungkinan sisa kekayaan tidak
akan terlalu besar.
Persoalannya ialah sisa kekayaan tersebut milik siapa dan
dipergunakan untuk apa. Berapa bagiankah millk anggota dan sisanya diberikan
kepada siapa. Hak anggota adalah pengembalian simpanan, jika masih ada sisa
kekayaan setelah pembubaran. Tetapi karena simpanan hanya diperhitungkan nilai
nominal, maka bagian yang dikembalikan kepada anggota sangat kecil. Sedang sisa
kekayaan lainnya yang lebih besar dianggap bukan hak anggota, karena sisa
kekayaan tersebut merupakan modal sosial, atau bahkan koperasinya sendiri
dianggap milik umum (public good). Suatu anggapan yang diragukan kebenarannya.
Ada ketentuan yang menyatakan bahwa sisa kekayaan koperasi yang dibubarkan
diserahkan kepada lembaga yang sama tujuannya dengan koperasi atau koperasi
lain.
Anggota yang menempati posisi sentral yang menentukan maju
atau mundurnya koperasi seharusnya mendapat perlakuan yang adil. Kenaikan nilai
simpanannya harus diperhitungkan sesuai dengan perkembangan kekayaan koperasi,
sehingga jika koperasi dibubarkan dan masih memiliki sisa kekayaan mendapat
pengembalian simpanan dengan nilai yang wajar. Jika saran untuk menghitung
nilai simpanan yang disinggung dimuka dapat diterima, yaitu nilai nominal
simpanan ditambah dana cadangan, maka sisa kekayaan setelah koperasi dibubarkan
tidak akan terlalu besar. Apalagi kenaikan nilai simpanan diperhitungkan secara
menyeluruh, termasuk kenaikan nilai harta tetap.
Prinsip koperasi ketiga yang antara lain menyatakan bahwa : setidak-tidaknya
sebagian dari modal itu adalah milik bersama koperasi, perlu diinterpretasikan
dengan tepat. Jika perlu modal milik bersama koperasi tersebut diatur
tersendiri oleh masing-masing koperasi. Modal milik bersama tersebut merupakan
bagian kekayaan koperasi, dan dapat dibagikan kepada anggota jika koperasi
dibubarkan. Dengan demikian, jumlah sisa kekayaan menjadi betul-betul sisa yang
kemudian diserahkan kepada pihak lain.
Hibah yang merupakan bagian dari kekayaan koperasi perlu
diatur tersendiri dalam pembubaran koperasi. Hibah yang diberikan kepada
koperasi terutama dari pemerintah bertujuan untuk memajukan usaha koperasi,
dapat dibenarkan bukan merupakan hak anggota. Hibah tersebut sebaiknya
diberikan kepada koperasi lain, apalagi hibah berupa barang atau mesin untuk
kepentingan pengembangan usaha koperasi. Seharusnya ketentuan hibah diatur
dalam akad hibah antara koperasi dengan pihak pemberi hibah, termasuk ketentuan
jika koperasi dibubarkan.
PASAR MODAL
Pasar modal atau bursa saham merupakan instrumen untuk
memperoleh modal preusan dari masyarakat, dengan menjual saham, bursa pararel,
atau obligasi. Kecuali obligasi yang merupakan pinjaman dengan beban bunga,
modal
yang diperoleh dari pasar modal berupa saham atau ekuitas,
yang menanggung resiko dan tidak ada beban bunga. Perusahaan akan memperoleh
modal dalam jumlah yang cukup besar dengan mensual saham di pasar modal, bukan
saja dari nilai nominal
saham tetapi juga sekaligus kenaikan nilai saham (capital gain)
dari selisih nilai nominal dengan harga bursa. Selisih tersebut akan dicatat
sebagai agio saham dalam neraca. Banyak perusahaan yang telah menjual sahamnya
di pasaf modal (go public) memiliki modal sendiri yang cukup besar sehingga
tidak memerlukan pinjaman bank dalam jumlah besar.
Koperasi dengan sistem permodalannya tidak mungkin menjual
simpanan di pasar modal. Istilah simpanan dalam dunia usaha dipahami sebagai
pinjaman, berbeda dengan saham yang berarti modal perusahaan. Simpanan koperasi
dianggap tidak kompatibel dengan saham. Koperasi tidak mempunyai peluang untuk
memperoleh modal sendiri yang murah melalui pasar modal. Kecuali melalui anak
perusahaan (subsidiaries) yaitu perusahaan perseroan yang sahamnya dimiliki
oleh koperasi. Kesempatan bagi koperasi untuk memperoleh modal adalah pinjaman
bank dengan beban bunga yang tinggi. Jika perusahaan pada umumnya mempunyai
kesempatan untuk memperoleh modal sendiri yang murah dari pasar modal dan
koperasi hanya mempunyai jatah pinjaman bank yang mahal, maka kesenjangan
perkembangan kedua pelaku ekonomi tersebut akan semakin besar. Koperasi
mempunyai kesempatan memperoleh pinjaman dari pasar modal dengan menjual obligasi.
Dalam sejarahnya penjualan obligasi di pasar modal baru dilakukan oleh sebuah
koperasi, yaitu Bank Bukopin ketika masih berstatus badan hukum koperasi
Memang pasar modal adalah instrumen kapitalis, tetapi tidak
dapatnya koperasi memanfaatkan pasar modal hendaknya bukan disebabkan karena
sistem eksklusif yang dianut oleh koperasi atau karena ketentuan hukum yang
ada, melainkan karena koperasi memiliki cara tersendiri dalam menghim pun modal
yang tidak kalah handalnya dengan pasar modal, jika ada.
Jika koperasi merubah modalnya menjadi saham, maka koperasi
mempunyai kesempatan untuk menjual sahamnya di pasar modal. Masalah ini kontroversial,
antara lain dengan munculnya pertanyaan apakah dengan demikian koperasi tidak
menyimpang dari identitasnya. Wheat Pool Cooperatives di Saskchewan Kanada
sebagai contohnya, pernah menjual saham tanpa hak suara (non voting share) di
Toronto Stock Exchange dengan sukses. Alasannya ialah bahwa saham tersebut
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam koperasi, dan tidak menyimpang dari
identitas koperasi karena tetap sebagai perusahaan yang berorientasi kepada
anggota atau pengguna jasanya (UOF).
MODALPENYERTAAN
Untuk memperkuat kegiatan usaha terutama dalam investasi, koperasi
dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan baik
dari pemerintah maupun dari masyarakat. Modal penyertaan menanggung resiko.
Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan
dalam menentukan kebijakan koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik
modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan
pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal
penyertaannya sesuai dengan perjanjian (UU Pasal 42 beserta penjelasannya).
Modal penyertaan yang menanggung resiko merupakan semacam
ekuitas atau dapat disebut kuasiekuitas, dan tidak memiliki hak suara. Modal
penyertaan dapat disamakan dengan saham tanpa hak suara. Penggunaan modal
penyertaan memiliki kekhususan yaitu untuk keperluan investasi, dimana koperasi
dengan pihak lain mengadakan perjanjian untuk melakukan usaha patungan dengan
modal penyertaan. Bentuk usaha investasi tersebut merupakan Unit Usaha Otonom
(UUO) dari koperasi yang bersangkutan. Seandainya modal koperasi dirubah
menjadi saham, maka ketentuan tentang modal penyertaan tidak perlu ada.
PERU BAHAN ISTILAH SIMPANAN MENJADI SAHAM
Dari uraian tentang pengertian dan permasalahan yang berkaitan
dengan simpanan sebagai modal koperasi, maka mengubah modal koperasi dari
simpanan menjadi saham akan lebih memudahkan pemahaman dan penyelesaian
masalah. Penggunaan saham untuk modal koperasi akan sarna pengertiannya seperti
yang berlaku dalam dunia usaha, dan koperasi akan lebih kompatibel dalam aturan
dunia usaha.
Persoalannya adalah apakah istilah saham tidak bertentangan
dengan identitas koperasi, dan bagaimana penerapannya dalam permodalan koperasi
yang selama ini menggunakan istilah simpanan.
Saham atau andeel dalam bahasa Belanda dan share dalam bahasa
Inggris merupakan istilah umum dalam dunia usaha yang artinya (penyertaan) modal.
Ada yang berpendapat bahwa saham mempunyai konotasi kapitalisme, sehingga yang
menggunakan istilah saham adalah mereka yang berorientasi kapitalis. Rasanya
sulit mencari alasan pembenarannya, karena istilah saham bersifat universal dan
netral. Identitas koperasi menurut rumusan ICIS pada bagian prinsip koperasi
tidak menentukan istilah atau bentuk modal karena bersifat teknis. Memang,
identitas tersebut terdiri dari definisi, nilai-nilai, dan prinsip koperasi
merupakan pedoman umum yang tidak mengatur masalah teknis. Misalnya tidak ada
ketentuan bahwa modal berbentuk simpanan dan bahkan koperasi berbadan hukum
koperasi. Uraian yang menyangkut permodalan koperasi dalam ICIS digunakan istilah
umum share atau saham.
Penerapan bentuk saham dalam sistem permodalan koperasi tidak
terlalu sulit dilaksanakan, karena pengertian saham cukup fleksibel dan
terklasifikasi dengan tanpa harus melanggar prinsip koperasi terutama asas satu
anggota satu suara (one man one vote). Dapat dipilih klasifikasi yang sesuai
dengan prinsip koperasi, seperti saham dengan hak suara (voting share) dan saham
tanpa hak suara (non voting share). Simpanan pokok dapat dijadikan saham dengan
hak suara dengan setiap anggota memiliki saham dalam jumlah yang sama, yang
dibeli pada waktu masuk menjadi anggota. Sedang simpanan wajib dapat dijadikan
saham tanpa hak suara dimana
setiap anggota boleh memiliki dalam jumlah yang tidak sama .
Atau semua saham yang dikeluarkan koperasi merupakan saham tanpa hak suara,
dengan ketentuan jumlah minimum yang harus dimiliki setiap anggota. Hak suara
melekat pada perseorangan anggota sesuai asas satu anggota satu suara, dan
bukan melekat pada sahamnya.
Pengertian modal penyertaan seperti tersebut diatas yang
berasal dari pihak lain dapat digantikan dengan saham tanpa hak suara. Jika
perlu ditetapkan jangka waktunya, misalnya minimal 5 tahun dan sesudah itu
dapat dikembalikan. Demikian juga jika koperasi menjual saham di pasar modal,
maka yang dijual adalah saham tanpa hak suara.
RUMUS PEMBAGIAN SHU
· Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa “Pembagian SHU
kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki
seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha
anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan
keadilan”.
· Di dalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut:
Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%,
dana pendidikan 5%, dana sosial5%, dana pembangunan lingkungan 5%.
Tidak semua komponen di atas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini
tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
SHU PER ANGGOTA
SHUA = JUA + JMA
Keterangan :
SHUA = Sisa Hasil Usaha Anggota
JUA = Jasa Usaha Anggota
JMA = Jasa Modal Anggota
SHU per anggota dengan model matematika
SHU Pa = Va x JUA + Sa x JMA
----
-----
VUK
TMS
Keterangan :
SHU Pa = Sisa Hasil Usaha per Anggota
JUA = Jasa Usaha Anggota
JMA = Jasa Modal Anggota
VA = Volume usaha Anggota (total transaksi anggota)
UK = Volume usaha total koperasi (total transaksi Koperasi)
Sa = Jumlah simpanan anggota
TMS = Modal sendiri total (simpanan anggota total)
PRINSIP-PRINSIP PEMBAGIAN SHU KOPERASI
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota.
2. SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan
anggota sendiri.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan.
4. SHU anggota dibayar secara tunai
CONTOH 1:
SHU Ditahan sebesar Rp 123.000.000,-
SHU atas jasa pinjam
Perhitungannya 123.000.000 x 25% = 30.750.000.-
catatan: Perhitugan SHU atas jasa pinjam di ambil dari Pendapatan Bunga atas
Pinjaman YG Diberikan
CONTOH 2:
∑ pendapatan bunga selama setahun Rp. 79.950.000,-
Pendapatan bunga dari si-A Rp 900.000,-
Maka perhitungan SHU si-A adalah :
(900.000 / 79.950.000) x 30.750.000 = Rp 346.153,85
SHU atas Simpanan Wajib
Perhitungannya 123.000.000 x 20% = 24.600.000,-
CONTOH 3 :
∑ simpanan wajib anggota Rp 150.000.000,-
Simpanan Wajib si-A Rp 310.000,-
Maka perhitungan SHU si-A adalah
(310.000 / 150.000.000 ) x 24.600.000 = Rp 50.840,-
Dana Pengurus Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Karyawan Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Pendidikan Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Dana Sosial Rp 123.000.000,- x 10% = Rp 12.300.000,-
Cadangan Rp 123.000.000,- x 15% = Rp 18.450.000,-
Sumber: :